Di balik modernitas yang
dituju Desa Sumberasri, jauh ke belakang, Desa Sumberasri merupakan wilayah hutan belantara. Desa yang berada di wilayah selatan
Banyuwangi ini perlahan berubah menjadi permukiman sejak
tahun 1823-1930, ketika para pendatang dari Yogyakarta, Kediri, dan
Blitar membuka hutan dan membangun peradaban di Desa Sumberasri.
Desa Sumberasri merupakan bagian dari wilayah Kabupaten
Banyuwangi, tepatnya 50 km arah selatan dari Kota Banyuwangi, dan merupakan bagian
atau salah satu wilayah desa dari Kecamatan Purwoharjo dan letak Desa
Sumberasri sekitar 8 km arah selatan dari Kecamatan Purwoharjo.
Adapun batas-batas Desa Sumberasri, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Grajagan, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra
Indonesia, wilayah timur berbatasan dengan Desa Purwoagung dan Purwoasri
Kecamatan Tegaldlimo, dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Glagahagung.
Wilayah Desa Sumberasri terbagi menjadi empat dusun yaitu
Dusun Krajan, Dusun Sumber Rejeki, Dusun Gebang Kandel dan Dusun Blok Solo. Luas secara
keseluruhan Desa Sumberasri adalah 1802 ha yang terbagi dalam wilayah hutan
60,5 persen, pemukiman penduduk 8,44 persen, wilayah sawah 28,8 persen, 1,05
persen untuk perkantoran, pasar, bangunan sekolah, tempat olah raga, dan
pemakaman umum desa serta 1,17 persen merupakan tempat rekreasi dan olahraga.
Wilayah Desa Sumberasri merupakan dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 20 meter dari permukaan laut. Wilayah desa di bagian
tengah dibelah oleh sungai, dengan suhu udara berkisar 24°C–32°C dan memiliki
curah hujan berkisar 2000–3000 mm per tahun. Dengan tanah liat yang berwarna
hitam yang sangat subur dan sumber air berasal dari sumur galian yang cukup
walau musim kemarau.
Dulunya, pada masa awal-awal pendatang datang, rumah-rumah
dibangun mengelompok dan saling berjauhan dengan gerombolan rumah lainnya. Tatanan
tersebut berubah sejak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melakukan penataan
jalan dan pengairan sekitar tahun 1933. Tata letak yang diterapkan pemerintah Belanda
menjadikan cikal bakal Desa Sumberasri lebih tertata. Meskipun demikian, sama
seperti wilayah lain, pemerintah Belanda yang datang menjajah menerapkan sistem
kerja paksa kepada penduduk.
Memasuki masa pendudukan
Jepang, hutan-hutan yang berada di sekitar desa ditebang untuk dijadikan area
persawahan. Pada masa ini, kondisi penduduk sangat memprihatinkan karena kerja
paksa yang dilakukan Jepang. Banyak warga yang meninggal akibat kejinya
penjajahan tentara Jepang. Setelah kemerdekaan, tentara Belanda datang kembali,
tetapi hanya “lewat” saja, tidak sampai kembali menjajah.
Berbicara mengenai sejarah lahirnya Desa Sumberasri tidak dapat dilepaskan
dari asal-usul Desa Grajagan. Desa Grajagan adalah induk Desa Sumberasri dan
beberapa desa sekitar yang berada di wilayah Kecamatan Tegaldlimo dan Purwoharjo.
Desa ini awalnya adalah sebuah kampung yang berkembang semakin luas menjadi
desa. Desa Grajagan didirikan pada tahun 1805 oleh Bapak Wono Samudro dan
kepemimpinan Desa Grajagan dari tahun ke tahun:
1.
Wono Samudro mulai
tahun 1880–1890
2.
Rekso Samudro mulai
tahun 1890–1930
3.
Tirto Samudro mulai
tahun 1930–1950. Pusat pemerintahan mulai tahun 1938 di pindah di Dusun
Curahjati (Sekarang Sumberasri timur batas Sumberasri–Desa Grajagan).
4.
Noto Sudarmo mulai
tahun 1950–1968
5.
Anas Makruf mulai
tahun 1968–1979
Pusat pemerintahan Desa Grajagan mulai tahun 1938
dipindah dari Desa Grajagan ke Dusun Curahjati karena ada penataan kawasan
hutan, kawasan perumahan, dan persawahan oleh pemerintah Belanda.
Pada masa
pemerintahan Anas Makruf, Desa Grajagan dilakukan pemekaran desa, yaitu Desa
Grajagan sebagai desa induk dan Desa
Sumberasri sebagai desa pecahan. Hal itu secara resmi
dilakukan pada tanggal 27 November 1969, kemudian pemerintahan Desa Sumberasri
mulai bekerja efektif.
Pemberian nama Desa
Sumberasri merupakan hasil kesepakatan para tokoh dengan mempertimbangkan
faktor sejarah dan potensi yang ada di kawasan calon wilayah Desa Sumberasri.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan antara lain:
1.
Dari lokasi
Sumberasri air besar di Dusun Krajan yang disebut oleh masyarakat dengan Sumber
Gondang (lokasi Sumber Gondang berada di sawah wilayah Dusun Krajan). Di Sumber
Gondang tersebut ada orang yang pertama membuka hutan, orang tersebut berasa
dari Desa Purwoasri, Kediri.
2.
Nama dusun wilayah
Sumberasri sebelum dipecah dengan Desa Grajagan adalah Dusun Purwoasri Kampung
13 (telulas). Para tokoh sepakat nama “Sumber Gondang” dan nama Dusun
“Purwoasri” sebagai inspirasi nama desa. Sumber Gondang diambil kata “sumber”
dan Purwoasri diambil kata “asri”. Dan akhirnya jadilah nama Desa Sumberasri.
Tokoh yang paling berperan dalam penentuan nama Desa Sumberasri adalah Kamituwo
Dusun Purwoasri Kampung 13 (yang mewilayahi Desa Sumberasri sekarang), yaitu Bapak
Murtamat atau yang dikenal oleh masyarakat Sumberasri sebagai Mbah Wo.
Pembangunan di wilayah Desa Sumberasri sebelum pemecahan
dengan Desa Grajagan sudah dilakukan layaknya dusun-dusun yang lain. Pemerintah
baru desa pecahan yang akhirnya diberi nama Desa Sumberasri, secara resmi
melakukan kegiatan pembangunan mulai terbentuk pemerintahan desa pecahan dengan
kepala desa pertama Bapak Marwan.
Dalam masa
kepemimpinan Pak Marwan pembangunan terfokus pada pembangunan prasarana jalan,
karena banyak ruas jalan yang tidak dapat dilewati. Salah satu jasa Pak Marwan
yang paling besar adalah pembangunan jalan pasar ke selatan menuju Dusun Blok
Solo. Kondisi jalan tersebut sebelum dibangun masih berupa rawa-rawa.
Kepemimpinan Pak Marwan berkhir pada tahun 1970 dan selanjutnya kepemimpinan Desa
Sumberasri dipimpin oleh Bapak Sudiro. Bapak Sudiro menjadi Kepala Desa
Sumberasri juga merupakan tunjukkan dari Pemerintah Kabupaten. Pada masa
kepemimpinan Bapak Sudiro melakukan pembangunan jembatan Dusun Sumber Rejeki
(Jembatan Pak Pujo). Bapak Sudiro memimpin Desa Sumberasri hanya sekitar
sembilan bulan karena meninggal dunia di awal beliau menjadi Kepala Desa.
Sepeninggal Bapak
Sudiro, Kepala Desa diganti oleh Bapak Markhoem, beliau berasal dari personel
ABRI aktif yang ditugaskan oleh Bupati. Beliau memimpin sebagai kepala desa
selama dua periode, mulai tahun 1972 sampai tahun 1988. Pada masa kepemimpinan
Pak Markhoen, Kantor Desa dibangun.
Sehabis masa
jabatan Bapak Markhoem, pada tahun 1988 dilakukan pemilihan kepala desa pertama
di Desa Sumberasri, dengan dua orang calon yaitu Bapak Moch. Koempoel dan Bapak
Marsam. Bapak Marsam berasal dari unsur tokoh masyarakat. Moch. Koempoel
sebelumnya merupakan seorang sekretaris desa, yang akhirnya memenangkan
pemilihan Kades pertama Desa Sumberasri. Bapak Moch. Koempoel menjadi Kepala
Desa untuk sekali masa jabatan sampai tahun 1997.
Pada tahun 1997
dilakukan pemilihan kepala desa yang kedua, calon kades terdiri dari lima orang
yaitu Bapak Moch. Koempoel, bapak Ikhrom (mantan perangkat desa), Baak Marsum
(Kasatgas Hansip), Bapak Suwardi (tokoh masyarakat), dan Bapak Drs. Suyatno
(tokoh masyarakat). Pemilihan kepala desa yang kedua dimenangkan oleh Bapak
Drs. Suyatno. Bapak Drs. Suyatno memimpin Desa Sumberasri untuk periode pertama
tahun 2007. Dan pada akhir tahun 2007 dilakukan pemilihan kepala desa yang
ketiga dimenangkan lagi oleh Bapak Drs. Suyatno dan berakhir pada tahun 2013. Pada
tahun 2013 Bapak Drs. Suyatno sudah tidak bisa mencalonkan lagi sebagai kepala
desa dikarenakan sudah menjabat selama 2 periode. Pada tanggal 4 September 2013
dilaksanakan pemilihan Kepala Desa Sumberasri yang terdiri dari dua calon, yaitu: calon
nomor urut 1 Bapak Akyasudin dan calon nomor urut 2 Bapak Sukadiyanto (mantan
kepala dusun Krajan). Dari hasil perhitungan suara pemilihan Kepala Desa
Sumberasri tanggal 4 September 2013 dimenangkan oleh calon nomor urut 2 yaitu
Bapak Sukadiyanto untuk masa jabatan 2013–2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar